banner 728x250

Dibiayai Pengusaha Asing, Warga Halaban Tolak Alih Fungsi Kawasan Mangrove

Kawasan hutan mangrove di Desa Halaban, Kecamatan Besitang, Langkat.

Besitang – Warga Dusun Paluh Pasir, Desa Halaban, Kecamatan Besitang, Langkat kian resah. Mereka dengan tegas menolak wacana penanaman kelapa hibrida oleh pengusaha asing, yang akan mengalihfungsikan kawasan mangrove. Aktivitas alat berat dan perkebunan, dikhawatirkan dapat merusak ekosistem di sana.

Satu unit excavator yang disebut-sebut milik Arko, sudah berada tak jauh dari kawawasan hutan. Awalnya utusan pihak pengusaha asal Taiwan berdalih, alat berat itu digunakan untuk pengerjaan jalan di sana.

“kalau untuk masuk ke kawasan mangrove, kami gak setuju. Kami minta agar beco itu segera dikeluarkan dari kampung kami. Pernah sekali pengusaha Taiwan meninjau lokasi penanaman. Jangan rusak tempat kami cari nafkah,” kata Hendrao, warga setempat, Kamis (20/11/2025) siang.

Bakal Rusak

Beco tersebut, rencananya akan melintasi kawasan mangrove untuk masuk ke areal penanaman. Setidaknya, ada beberapa hektar hamparan mangrove yang bakal rusak. Ekosisten di areal tangkap nelayan setempat, juga dipastikan akan terusik.

Hal ini membuat warga kian resah. Istri-istri nelayan di sana, tak setuju areal mangrove terganggu. Mereka mendesak agar pihak terkait segera mengeluarkan beco tersebut dari kampung mereka. Apa pun alasannya, sumber kehidupen mereka tak boleh terusik.

“Dulu pernah rusak kawasan mangrove di sini. Tapi kami perlahan menanaminya kembali. Sekarang kok malah mau di rusak lagi oleh warga negara Taiwan. Apa pun alasannya, kami menolak kalau areal mangrove dialihfungsikan. Ini sumber kehiupan kami,” tegas Hendro.

Tanaman rhizophora berusia 6 hingga 7 tahun di sana, terlihat rindang dan asri. Ekosistem kepiting bakau, udang dan ikan ini, harus tetap lestari. Nelayan setempat, akan terus menjaganya dari tangan-tangan perusak lingkungan.

Mirisnya, di areal hutan produksi tetap (HPT) tersebut sudah banyak ditanami sawit. Padahal, negara dengan tegas melarang segala bentuk aktivitas ilegal di dalam kawasan hutan. Termasuk diantaranya menanam tanaman perkebunan di dalamnya.

Sanksi Pidana

“Kalau mau dilakukan alih fungsi di tempat lain, terserah mereka. Tapi jangan dilakukan di sini. Kami menolak keras aktivitas alat berat di sini. Kawasan mangrove harus tetap jadi mangrove. Jangan dialihfungsikan jadi tanaman kelapa,” tegas warga di sana.

Pada UU Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kawasan Hutan sudah pun terdapat ancaman tegas bagi perambah hutan. Terlebih, bagi korporasi nakal yang melakukan perusakan.

Pada Pasal 29 tegas berbunyi, korporasi yang melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b dan/atau membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan perkebunan dan/atau mengangkut hasil kebun di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 20 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp20 miliar dan paling banyak Rp50 miliar. (Ahmad)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: